DEFINISI
Encopresis adalah buang air besar tiba-tiba yang bukan disebabkan oleh penyakit atau kelainan fisik. Sekitar 17% pada usia 3 tahunan dan 1% pada usia 4 tahunan mengalami encopresis, seringkali disebabkan tidak mau belajar ke toilet. Meskipun begitu, sembelit kronis, yang merentangkan dinding usus besar dan mengurangi kesadaran anak tersebut untuk usus besar yang penuh, menghalangi kontrol otot, kadangkala menyebabkan encopresis.
Seorang dokter terlebih dulu berusaha untuk memastikan penyebabnya. Jika penyebabnya adalah sembelit, pencahar dianjurkan dan cara lain ditetapkan untuk memastikan buang air besar secara teratur. Setelah buang air besar teratur tercapai, kebocoran seringkali berhenti. Jika cara ini gagal, tes diagnosa kemungkinan dilakukan, seperti sinar-X pada perut dan kadang sebuah biopsi pada dinding anus, dimana contoh jaringan diambil dan diteliti di bawah sebuah mikroskop. Jika penyebab fisik ditemukan, hal itu seringkali bisa diobati. Pada kasus yang paling berat, konseling psikologi kemungkinan diperlukan untuk anak yang encopresis adalah hasil penolakan pada latihan bertoilet atau masalah prilaku yang lainnya.
DIALAMI SIAPA SAJA
Sebuah penelitian menyebutkan bahwa sekitar 1,5 persen anak usia SD mengalami encopresis. Lebih rinci lagi, 2 persen dari jumlah tersebut adalah anak laki-laki usia 8 tahun. Sementara anak perempuan usia 8 tahun yang mengalami encopresis hanya 0,7 persen. Masih menurut survei, anak laki-laki lebih sering mengalami encopresis sekitar 3 kali lipat dibandingkan anak perempuan. Kenapa begitu? Selidik punya selidik ternyata anak perempuan memang lebih cepat menerapkan toilet training dibandingkan anak laki-laki.
Yang perlu diketahui juga, kejadian encopresis tak berkaitan sama sekali dengan faktor genetik, status sosial, atau status ekonomi. Jadi, siapa pun bisa mengalaminya. Pada beberapa kasus, encopresis dialami oleh anak yang hiperaktif dan ADHD.
Menurut Rini, ada 2 klasifikasi mengapa anak mengalami encopresis. Pertama, anak belum pernah dilatih toilet training. Jadi, otomatis dia selalu BAB di celana. Kedua, anak pernah dilatih toilet training dan bisa menerapkannya. Namun, karena kondisi tertentu si anak kemudian tak bisa mengendalikan buang air lagi sehingga terjadilah encopresis.
Rini menambahkan, anak yang mengalami encopresis di usia sekolah bukan berarti dia mengalami kemunduran atau regresi. Untuk melihat apakah ada sesuatu yang serius tentunya harus memperhatikan seluruh aspek perkembangan si anak. "Apakah perkembangan bahasa, motorik, dan kognitifnya juga ikut mengalami regresi atau tidak."
PENYEBAB
Belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab anak mengalami encopresis. Meski begitu, kalau mau dirunut ada beberapa faktor yang "mengontribusi" terjadinya encopresis yaitu:
1. Stres
Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.
2. Kurang aktivitas fisik
Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
3. Selalu menahan BAB
Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.
4. Makanan/Minuman
Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan. gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.
5. Trauma
Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.
6. Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.
7. Kegagalan toilet training
Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.
AKIBAT FISIK-PSIKIS
Anak yang mengalami encopresis akan mengalami berbagai masalah emosi, seperti rendah diri, tak mau bersosialisasi atau menarik diri dari pergaulan. Ia juga akan merasa malu, takut dicemooh, atau khawatir dimarahi. Belum lagi secara fisik, anak mengalami nyeri di bagian perut karena berusaha menahan BAB.
Akhirnya, kotoran yang harusnya dibuang tetapi tertahan di dalam perut. Dalam beberapa kasus encopresis menyebabkan infeksi pada salurah kemih karena kebiasaan menahan BAB.
TERAPI
Penderita encopresis membutuhkan penanganan yang tepat dengan melakukan terapi. Menurut Rini prinsip terapinya adalah konseling atau edukasi pada anak mengenai BAB. Mereka dapat cepat memahami penjelasan yang diberikan mengingat kemampuan kognitif anak seusia ini sudah berkembang.
Salah satunya adalah terapi yang bisa dilakukan kalau anak selalu menahan BAB karena merasa jijik dan tak mau masuk ke kamar mandi umum:
* Tanamkan bahwa tidak semua kamar mandi umum/sekolah akan resik dan wangi sesuai dengan harapannya.
* Sebelum menggunakan toilet umum/sekolah, minta ia membersihkan dengan menyiramnya terlebih dahulu.
* Tak ada salahnya anak selalu dibekali tisu, masker, dan pengharum ruangan untuk lebih menyamankannya saat di toilet umum.
* Yang pasti, jangan beri anak pembalut untuk mengatasi encopresis-nya. Ini justru tak mendidik.
* Jika masalah psikologis anak tampak berat, sampai stres atau trauma misalnya, ada baiknya orang tua dan anak duduk bersama membahas permasalahan yang dihadapi. Jika perlu konsultasikan dengan psikolog.
* Terapkan pola makan yang baik dan teratur. Usahakan banyak mengonsumsi makanan berserat, sayuran, buah-buahan, serta susu. Kurangi konsumsi makanan berlemak tinggi, junk food, dan soft drink.
* Kepada anak yang selalu merasa nyeri saat mau BAB bisa diberikan obat-obatan untuk pengencer tinja. Namun, penggunaanya harus tetap berdasarkan rekomendasi dokter.
* Ajarkan untuk melakukan BAB secara teratur, misalnya pagi atau malam hari.
* Yang pasti, anak jangan disalahkan atau dicemooh kalau mengalami encopresis. Mestinya orang tua selalu mendukung dan membantu kesulitan anak.
JIKA tak ada faktor yang mengontribusi munculnya encopresis, menurut Rini, maka tetap harus diwaspadai. Jangan-jangan ada masalah dengan kesehatannya. Misalnya ada penyakit atau gangguan di organ pencernaan. Kepastian akan adanya kelainan di bagian usus dapat terdeteksi melalui pemeriksaan rontgen.
Berikut ini beberapa gangguan/penyakit yang bisa menyebabkan BAB tak terkendali:
* Diare yang tak kunjung sembuh.
* Penyakit kencing manis (diabetes melitus).
- Gangguan urat saraf tulang belakang.
* Gangguan anus seperti tumor anus atau adanya penonjolan lapisan rektum melalui anus.
Semua penyakit ini memiliki gejala hampir sama dengan encopresis, yakni si penderita tidak mampu mengontrol BAB-nya.
LANGKAH MENEGAKKAN DIAGNOSA
Untuk mengetahui penyebab kesulitan pengendalian BAB ini, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan yaitu:
* Pemeriksaan kelainan saraf, misalnya pemeriksaan fungsi saraf dan lapisan otot-otot pelvis (panggul).
* Pemeriksaan struktur/organ pencernaan.
* Pemeriksaan anus dan rektum.
* Pemeriksaan sensasi di sekeliling lubang anus.
* Pemeriksaan sigmoidoskopi (pemeriksaan bagian dalam usus besar).
Pengobatan atau terapinya hampir sama dengan encopresis. Jika tak kunjung berhasil mungkin diperlukan proses pembedahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar