Seringkali anggota keluarga, sahabat, atau mungkin Anda sendiri mengalami gangguan asma yang mengakibatkan terganggunya aktivitas sepanjang hari. Gangguan asma tidak akan terjadi jika melakukan pemeriksaan secara rutin.
Prof dr. Faisal Yunus, PhD, SpP (K) Ketua Dewan Asma Indonesia menegaslkan pada temu media di Jakarta baru-baru ini, banyak penyandang asma dan masyarakat mengetahui kontrol asma yang tepat dan benar karena adanya perbedaan persepsi penyandang asma dengan dokter mengenai pengobatan kontrol asma.
“Penyandang asma punya persepsi asmanya terkontrol apabila tidak ada serangan asma, yaitu penyandang asma menjalani pengobatan jangka panjang untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik,” ujar Faisal.
Saat ini, kata Faisal, asma yang terkontrol masih sangat rendah. Itu ditunjukkna oleh banyaknya pasien yang yang baru berobat ketika sedang terserang asma. Diperparah lagi, penderita itu datang ke tempat praktek dokter umum atau puskesmas, dan sangat sedikit yang datang ke dokter spesialis paru.
Dokter yang praktek di RS Persahabatan mengatakan, banyak masyarakat yang pengetahuan, pendidikan, dan pengalaman tentang asma sangat rendah. Begitu juga dokter umum yang masih menganggap remeh asma. Kadang, kata Faisal, dokter umum memberikan obat yang tidak tepat.
Jika ingin sembuh, kata Faisal, penderita asma harus menggunakan obat pengontrol. Tapi kalua terjadi serangan asma mendadak, barulah memakai inhaler pelega nafas. Pemakaian inhalasi kortikosteroid (anti inflamasi) masih rendah. Padahal, obat pengontrol itu harus tetap dipakai setiap hari dan dengan pemakaian yang teratur bisa mengontrol asma selama 6 bulan. “Yang terjadi jika ada serangan, baru pakai obat pelega nafas. Itulah sebabnya pasien tidak terkontrol asmanya, ” katanya seraya, menambahkan, jika masih ada gangguan pernapasan, itu tanda penyakit asma belum terkontrol.
Pada dasarnya kontrol asma dapat dilakukan oleh siapa saja dan dapat dilakukan secara rutin mengontrol tingkat asma. Kini, sudah ada alat pengontrol asma dengan cara mudah, efektif, dan efisien yang dikeluarkan oleh Dewan Asma Indonesia (DAI), yaitu Asthma Control Test (ACT).
ACT adalah kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang kondisi asma selama 4 minggu terakhir yang harus diisi oleh penyandang asma, seperti seberapa sering penyakit asma mengganggu aktivitas sehari-hari, sesak nafas, dan pemakaian obat semprot darurat, atau obat oral untuk melegakan pernapasan. “Tujuan pengobatan adalah asma yang terkontrol. Kondisi ini akan tercapai jika dokter dan pasien memiliki kesamaan tujuan dan penatalaksanaan asma dimana nilai ACT maksimal 25 serta ketaatan dan disiplin dalam melaksanakan pengobatan,” kata Faisal.
Berdasarkan standar Global Strategy for Asthma Management and Pervention GINA-Global Initiative for Asthma (2009), seorang penyandang asma dikatakan terkontrol apabila memiliki 6 kriteria berikut:
1. Tidak atau jarang mengalami gejala asma,
2. Tidak pernah atau jarang menggunakan obagt pelega,
3. Tidak pernah terbangun di malam hari karena asma,
4. Dapat melakukan aktivitas dan latihan secara normal,
5. Hasil tes fungsi paru-paru (PEF dan FEVI) normal atau mendekati normal, dan
6. Tidak pernah atau jarang mengalami serangan asma.
Warta kota, 16 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar